Jalan-jalan ke Kota Manado (1)

Hampir sebulan lalu, saya mendapat tugas luar kota untuk mengikuti bulan Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan oleh BNPB di Manado. Acara ini diikuti oleh bapak-bapak dan ibu-ibu perwakilan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah se-Indonesia.

Mendapat perintah untuk berdinas ke luar kantor (baca: jalan-jalan) tentu hati senang bukan kepalang. Saya berangkat dari Jogja pada Selasa sore bersama dua senior kantor. Pesawat transit di Kota Makassar sebelum akhirnya mendarat di kota Manado.

Jam menunjukkan pukul 23.00 Wita ketika kami mendarat di Bandara Sam Ratulangi. Di bandara, kami sudah ditunggu oleh 3 orang rekan-rekan relawan dari Manado yang akan membawa kami menuju hotel di pinggir Pantai Boulevard, sekitar 45 menit lokasinya dari bandara. Itupun kalau gak macet.

Di sepanjang perjalanan menuju hotel, saya mengamati suasana Kota Manado. Hampir tengah malam dan kota ini masih ramai saja. Di beberapa warung makan, masih banyak orang yang berkumpul menikmati makanan atau (mungkin) sekadar bersenda gurau dengan teman-teman.

Sependek pengamatan saya, di sepanjang jalan itu mudah ditemui warung makan yang menyediakan makanan dari olahan daging babi atau anjing. Juga banyak berdiri gereja dengan bangunan yang cukup megah dan mewah. Ya, saya pernah membaca bahwa mayoritas penduduk kota Manado beragama Kristen dan Katolik. Pendapat saya ini kemudian disanggah oleh salah satu relawan MDMC yang pernah melakukan survei penduduk. Menurut data terakhir di tahun 2014, penduduk Muslim dan non Muslim di Manado jumlahnya sudah 40:60, sehingga tidak dapat dikatakan mayoritas lagi.

Hampir malam ketika kami sampai di hotel yang lokasinya tepat di tengah kota Manado. Lagi-lagi, saya menemui berjejeran kafe maupun warung makan yang masih buka dengan banyak kerumunan orang di dalamnya. Tak ketinggalan, bunyi musik jedak-jeduk dengan volume yang memekakkan telinga. Di jalanan saya juga mendengar suara musik kencang sekali dari mobil angkot atau yang disebut 'oto' dengan musik dari penyanyi lawas Manado, semisal Pance Pondang. Denger suara musik kayak begitu, kepala saya gak berhenti manggut-manggut. Tangan dan pinggul hampir saja joget. Persis lagu Poco-poco: Mari Bagoyang Pica-pica...

(bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Soto Terenak di Sekitar Kampus UGM versi Aulia

Catatan Perjalanan: Mengunjungi Kampung Baduy

Menengok Kampung Transmigran Jawa di Sorong (1)