Selamat Hari Santri Nasional?

22 Oktober 2015, Presiden Jokowi mendeklarasikan Hari Santri Nasional di Masjid Istiqlal Jakarta. Bersama Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, Jokowi menepati salah satu janji kampanyenya yaitu menjadikan satu hari di bulan Muharram sebagai Hari Santri Nasional.

Banyak pihak yang setuju dan juga yang tidak setuju terkait dengan keputusan ini. Saya berada di pihak yang tidak setuju. Ada banyak alasan kenapa saya menolak ditetapkannya Hari Santri Nasional. Tentu bukan karena saya pernah jadi aktivis mahasiswa Muhammadiyah.

Pertama, soal definisi santri sendiri. Siapakah mereka? Mengapa keberadaannya perlu diperingati?
Jika kita memakai pandangan sederhana, santri itu identik dengan tradisi pendidikan warga Nahdliyin. Sedangkan di Muhammadiyah, jarang sekali dikenal istilah santri pada pola pendidikannya. Walaupun, Muhammadiyah juga memiliki pesantren dan sekolah berasrama di amal usahanya. NU dan Muhammadiyah sendiri adalah 2 ormas besar Islam di Indonesia yang keduanya saling 'berebut' kekuasaan di kancah politik praktis. Meski, keduanya malu-malu untuk menunjukkan hal itu. Hati-hati saja, umat Islam adalah agama mayor yang gampang kesulut emosi. Kalau dirasa santri adalah milik NU, bisa-bisa orang Muhammadiyah ngiri lhoo..

Alasan kedua, santri dalam makna sehari-hari adalah kosakata yang dilekatkan kepada mereka yang berguru di pesantren dan pesantren merupakan sistem pendidikan Islam. Meskipun caranya diadaptasi dari kultur Hindu dan Buddha, yang lebih dulu ada di Indonesia. Dengan demikian, hari santri berarti hanya merayakan sistem pendidikan satu agama saja. Islam. Bagaimana dengan agama lain. Ada Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Jelas-jelas negara kita bukan negara Islam. Jangan-jangan nantinya ke depan umat dari agama selain Islam meminta untuk diakomodir juga kepentingan hari nya. Lihat saja barangkalo akan ada Hari Biarawan Nasional. Saya khawatir hal ini berdampak pada kecemburuan dari agama lain apabila tidak segera diakomodir juga kepentingannya.

Alasan ketiga, saya curiga ada agenda politik dari Jokowi terkait kebijakan dadakannya tentang Hari Santri Nasional. Sebagaimana yang kita tau, 20 Oktober ini tepat setahun Jokowi memerintah dan belum kelihatan hasil signifikan dalam pemerintahannya. Bisa jadi, Jokowi memanfaatkan momentum ini sebagai PDKT pada kelompok yang dominan untuk menjaga kuasanya. Dan lagi, stereotipe nya santri kan sendiko dawuh. Mengikuti omonganne Pak Kiai mawon.

Ada lagi alasan lainnya? Nanti saya pikirkan. Tahun depan bisa jadi warga Muhammadiyah yang akan mengucapkan selamat hari santri nasional kepada waga NU. Hmm..

Komentar

  1. Selanjutnya: Hari Ustad, Hari Mahasiswa, Hari Dosen.

    BalasHapus
  2. besok2 hari apa lagi? bisa2 tiap minggu PNS hrs upacara peringatan hari inih onoh. asik
    juga sy digaji buat upacara doang :-D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Soto Terenak di Sekitar Kampus UGM versi Aulia

Catatan Perjalanan: Mengunjungi Kampung Baduy

Menengok Kampung Transmigran Jawa di Sorong (1)