Jangan Lagi Ganggu Banci



Siapa sih yang gak tau banci? Dengan pakaian seronok, dandanan menor, dan suntikan silikon di sana sini yang bikin muka mereka kelihatan mirip satu sama lain. Di Jogja, banci bisa dengan mudah ditemui di perempatan Sagan-Jalan Colombo, lampu merah Kalasan, dan Sunmor UGM. Crek ecrek ecrek, permisi Om~ lalu mundurlah semua teman-teman saya, terutama kalangan laki-laki. Pernah saya tanya ke teman-teman, kata mereka "gilo aku", atau jijik aku. Maaf bukan bermaksud mendiskreditkan kaum banci ya. Tulisan ini reflektif gegara siang tadi di rapat jurusan, dalam rangka Lustrum KBM UGM, ada wacana untuk mengundang komunitas transgender. Tetapi hal tsb dibatalkan karena Bisik-bisiknya, untuk mengundang mereka perlu menyediakan amplop  sebagai ganti absennya mereka dari ranah perkecrekan di lampu merah. "Aku mending ngecrek ng bangjo, iso entuk receh, mbangane mung ngerungokke profesor nyecret tapi ra entuk duit." Itu mungkin di pikiran mereka.

Lantas saya merefleksikan pembullyan selama ini yang ditujukan kepada kaum transgender yang ngecrek. Jadi, mereka berprofesi demikian karena kurangnya kesempatan kerja terutama di sektor formal sehingga sektor informal macam ngamen lah yang mereka pilih. Bukan pilihan lebih tepatnya karena gak ada opsi lain. Beruntung buat mereka yang punya keterampilan bisa berwirausaha, buka salon kecantikan misalnya. Tapi ya itu tadi, jangankan keterampilan yang bisa didapat. Kehadiran mereka di jagat bumi ini saja sudah didiskriminasikan.

Oke, bagi sebagian kalangan yang religius, kehadiran mereka dianggap laknat. Tapi coba berhentilah menjadi hakim bagi sesamamanya. Yuk, mulai berempati, minimal tidak memandang mereka sebagai ganci tetapi sebagai sesama manusia yang perlu dihargai. Sayangnya karena agama dan negara di Indonesia masih campur, kaum-kaum mereka masih akan tetap mendapatkan perlakuan berbeda atas nama agama.

Mari, jangan lagi ganggu banci!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Soto Terenak di Sekitar Kampus UGM versi Aulia

Catatan Perjalanan: Mengunjungi Kampung Baduy

Menengok Kampung Transmigran Jawa di Sorong (1)