Kenapa Kami Dilarang?

Kenapa kami (perempuan) terbatasi atas berbagai larangan? Kami dianggap sebagai penjaga moral kehidupan. Segala bentuk tutur kata kami dijaga. Tingkah laku kami ditata. Larangan itu sungguh menyebalkan buat saya, si perempuan bebal. Belakangan saya menyalahkan aturan-aturan yang bias gender tersebut.

Ketika saya berkumpul dengan teman-teman laki-laki, saya memosisikan diri saya dama dengan diri mereka. Hal ini saya pilih supaya tidak ada nuansa canggung ketika mereka mau misuh atau ngomong saru. Sengaja saya menyamar supaya saya bisa mengamati mereka. Tentu tanpa mereka tau.

Saya jadi paham beberapa kosakata yang seringkali diucapka teman-teman saya ketika becanda, seperti "jnck, fak, asyu" dan sebagainya. Karena sering ngobrol sama mereka, kosakata itu terinternalisasi dalam alam bawah sadar saya. Sehingga terkadang mereka kaget ketika refleks saya mengeluarkan kosakata ajaib tersebut.

Teman saya heran, kata mereka, jilbaban kok misuh?
Saya berdebat, lha kalau kalian gak jilbaban berarti boleh misuh?

Saya si bebal, berkali-kali menerangkan konsep bebas pada mereka. Saya lebih senang ada pelarangan misuh karena tidak sesuai dengan sosialisasi norma yang diajarkan sedari kecil daripada dilarang misuh karena saya perempuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Soto Terenak di Sekitar Kampus UGM versi Aulia

Catatan Perjalanan: Mengunjungi Kampung Baduy

Menengok Kampung Transmigran Jawa di Sorong (1)