Paradoks Perempuan

Sejak era kesetaraan gender mulai berkembang, banyak perempuan yang gak mau lagi dibilang sebagai makhluk lemah. Oke, saya setuju soal ini. Berdasarkan sebuah buku psikologi yang saya percayai, perempuan punya kemampuan multitasking, sedangkan laki-laki cenderung hanya mampu mengerjakan 1-2 hal dalam waktu bersamaan. Oleh karena itu, coba tengok, ada seorang ibu rumah tangga yang bisa mencuci, masak, dan ngobrol dalam waktu bersamaan. 
Jelas, hal tersebut menunjukkan perempuan adalah makhluk yang kuat.

Yang saya pertanyakan, kalau perempuan-perempuan gak mau dianggap lemah di muka publik? Kenapa masih harus disediakan fasilitas publik yang dikhususkan untuk perempuan? Semacam gerbong kereta khusus perempuan juga pemisahan ruang di bus Transjakarta antara laki-laki dan perempuan.

Lalu, di bidang lain, teknologi misalnya. Masih banyak perempuan yang menganggap bahwa teknologi adalah kuasa kaum laki-laki dan kaum perempuan bisa ikut menikmati karena kebaikan hati kaum Adam yang membolehkan kaum Hawa untuk menikmati teknologi. Contoh kasusnya, di kalangan teman-teman saya, mereka dengan lincah bisa mengendarai sepeda motornya tetapi malas untuk sedikit belajar soal onderdil motor dan menyerahkan sepenuhnya kalau ada bagian motor yang rusak pada kaum Adam. Jelas itu menurut saya sebuah hal yang terbalik. Kalau perempuan ingin disamaratakan dengan laki-laki terutama pada hal teknologi yang katanya 'cowok banget', kenapa tidak mau sedikit saja membumi dan sedikit berkotor-kotor untuk belajar cuci motor? 

Jawabannya mungkin kembali ke proses pembelajaran masing-masing diri.

Komentar

  1. hm...... karena konstruksi dan ekspektasinya masih begitu adanya kak

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Soto Terenak di Sekitar Kampus UGM versi Aulia

Catatan Perjalanan: Mengunjungi Kampung Baduy

Menengok Kampung Transmigran Jawa di Sorong (1)