Semacam Kontemplasi



                Halo, akhirnya menulis yang santai-santai lagi setelah sekian lama bergelut dengan paper kuliah. Ada banyak hal yang terpikirkan akhir-akhir ini. Semacam kontemplasi tapi entah daam entah terlalu cetek. Semacam nanya terus tapi gak ketemu jawabannya. Semacam galau terus tapi belum tau apa obatnya. Setahun sudah belajar di Kajian Budaya Media. Saya berkenalan dengan Stuart Hall, walaupun belum paham-paham banget. Untuk ini, maafkan saya dosen-dosen yang budiman. Kenalan lagi sama Foucault yang dibaca Fuko, kenalan lagi sama Baudrillard, kenalan sama Bourdieu yang cara bacanya hampir sama kayak Borju. Kenalan juga sama Simone de Beauvoir. Berbagai pemikiran orang-orang pinter itu terus bergelayut dalam otak saya. Harapan saya sederhana: saya pengen jadi orang yang paham teori dari tokoh-tokoh tersebut dan bisa mendialogkan dalam korpus-korpus yang berseliweran di dunia nyata. Nyah nyoh. Di satu sisi, saya gak mau jadi intelektual yang ndakik-ndakik. Yang bisa-bisanya ngapusi orang dengan omongannya dan kosakata ribet semacam Vicky Prasetyo, konspirasi hati.
Kemudian saya lihat realita dunia. Satu tahun belakangan sejak jadi mahasiswa lagi, saya semakin melihat dunia gak hanya bisa diraba lewat teori. Kembali lagi, saya gak mau jadi intelektual yang hanya duduk di menara gading. Melihat masyarakat dari atas. Ah mungkin saya terlalu terpengaruh dengan omongannya Tan Malaka, "bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Soto Terenak di Sekitar Kampus UGM versi Aulia

Catatan Perjalanan: Mengunjungi Kampung Baduy

Menengok Kampung Transmigran Jawa di Sorong (1)